PULPEN Jakarta Mengecam Pemangku Kebijakan di Manggarai Barat untuk Mengakhiri Praktek Pengelolaan SDA Bercorak Ekploitatis, Sentralistik, Sektoral, dan Represif. -->

Header Menu

PULPEN Jakarta Mengecam Pemangku Kebijakan di Manggarai Barat untuk Mengakhiri Praktek Pengelolaan SDA Bercorak Ekploitatis, Sentralistik, Sektoral, dan Represif.

Minggu, 06 Februari 2022

 

Koordinator Devisi Advokasi Simpul Pemuda Nusantara, Onsimus F. Napang

SUARAKARUMPUT.COM - Simpul Pemuda Nusantara (PULPEN) Jakarta mengecam keras pemangku kebijakan di Manggarai Barat untuk segera akhiri praktek pengelolaan sumber daya alam bercorak ekploitatis, sentralistik, sektoral, dan represif.

Hal itu disampaikan oleh Koordinator Devisi Advokasi Simpul Pemuda Nusantara, Onsimus F. Napang terkait polemik Geothermal di Manggarai Barat.

Kehadiran proyek Panas Bumi (Geothermal) di Desa Wae Sano Kecamatan Sano Nggoang Kabupaten Manggarai Barat-NTT hingga sampai saat ini menuai pro dan kontra ditengah masyarakat Wae Sano. 

Dengan kehadirannya proyek ini, Wakil Ketua II Dewan Perwakilan Rakyat Derah (DPRD) Marselinus Jeramun menyebutkan bahwa penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dan Nota Kesepahaman (MoU) yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) dengan PT GEO Dipa Energi (Persero) berkaitan dengan pengadaan tanah untuk area eksplorasi (pengeboran eksplorasi) pada wilayah terbuka Wae Sano, Kecamatan Sanonggoang, Kabupaten Manggarai Barat, dinilai cacat prosedur.

Menurutnya jika mengacu pada aturan yang berlaku, sejatinya sebelum PKS ditandatangani, Pemda Mabar harus memberikan dokumen rancangan PKS kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan,

 “Jika mengacu pada PP No 50 tahun 2007, Pemda Mabar seharusnya mengajukan surat permohonan dan lampiran rancangan PKS ke DPRD untuk mendapatkan persetujuan,” terang Ketua DPD PAN Mabar kepada Portal Desa, Selasa (12/10/2021) lalu di ruang kerjanya. 

Dia juga mngakui bahwa DPRD tidak pernah menerima rancangan PKS dari Pemda Mabar soal eksplorasi Wae Sano oleh PT Ggeo Dipa Energi (Persero). Padahal secara regulasi menjelaskan, bahwa sejatinya DPRD harus mendapatkan rancangan PKS.

Kurang lebih lima tahun masyarakat menolak kehadiran proyek geothermal diwilayah mereka. 

Baru-baru ini tepatnya 2 Februari 2022 masyarakat Wae Sano bersama Mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) kembali menggelar demonstrasi di depan Kantor Bupati Manggarai Barat dan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)Manggarai Barat. 

Adapun tuntutan dari aksi demonstrasi yang disampaikan oleh masyarakat bersama PMKRI ini adalah; 

Pertama; Mendesak Menteri ESDM melalui Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat untuk hentikan seluruh proses ekstraksi panas bumi Wae Sano, juga WKP lain di Flores dan cabut seluruh izin panas bumi yang telah dikeluarkan. 

Kedua; Mendesak Bank Dunia agar batalkan segera kerja sama dan pemberian dana hibah kepada PT SMI (juga PT GeoDipa Energi), termasuk hentikan seluruh proses di lapangan dalam memusluskan rencana penambangan panas bumi di Wae Sano. 

Ketiga; Mendesak Kantor Staf Presiden (KSP) agar berhenti terlibat dalam urusan panas bumi di Wae Sano. 

Ketua DPRD Manggarai Barat Martinus Mitar, Menanggapi aksi protes yang dilakukan oleh Masyarakat Wae Sano dan PMKRI. 

Menurutnya, lembaga DPRD Manggarai Barat tidak memiliki kewenangan yang cukup untuk mengintervensi proyek dari pemerintah pusat tersebut.

"DPRD Kabupaten Manggarai Barat tidak memiliki ruang yang cukup untuk menolak program pusat. Karena pengembangan panas bumi di Desa Wae Sano merupakan proyek strategis nasional, artinya tercatat dalam program pemerintah pusat. Kemudian ruang kami dalam konteks program ini tentunya kami tidak dapat mengintervensi program pemerintah pusat," katanya seperti yang dikutip dari Pos Kupang.

Dengan melihat tanggapan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah dalam merespon pro dan kontra kehadiran proyek berskala raksasa tersebut di Manggrai Barat, Koordinator Devisi Advokasi Simpul Pemuda Nusantara Onsimus F. Napang menilai, bahwa ini bentuk lemahnya fungsi pengawasan dan penyerapan aspirasi masyarakat dari lembaga legislatif ditingkat daerah.

Terkait pernyataan Wakil Ketua II DPRD patut diapresiasi kerena menerangkan kepada publik bahwa ada prosedur yang diabaikan di tinggkat Pemerintah Daerah dalam upaya meloloskan proyek geothermal ini. 

Akan tetapi dari lembaga yang sama dan dengan persoalan yang sama Ketua DPRD Manggarai Barat menyampaikan bahwa proyek ini tidak memiliki kewenangan yang cukup untuk mengintervensi proyek dari pemerintah pusat tersebut. 

Dua pernyataan berbeda dari lembaga yang sama menandakan ada ketidakberesan lembaga legislatif untuk memberi Check and Balances terhadap lembaga eksekutif dalam melegitimasi proyek geothermal di Wae Sano.

Penolakan masyarakat bersama PMKRI bagi Ones F. Napang, adalah sebagai bentuk kritikan terhadap pemangku kebijakan di tingkat daerah, bahwa saatnya pemangku kebijakan mengakhiri praktek-praktek pengelolaan sumber daya alam yang bercorak ekploitatis, sentralistik, sektoral, dan represif. 

Hal ini penting, dalam rangka mewujudkan tata pengelolaan lingkungan hidup yang baik (good environment governance).

Jakarta, 5 Februari 2022.***