Bacaan Injil dan Renungan Katolik Sabtu 23 April 2022 -->

Header Menu

Bacaan Injil dan Renungan Katolik Sabtu 23 April 2022

Patris Trikora
Jumat, 22 April 2022

Bacaan Injil dan Renungan Katolik Sabtu 23 April 2022 Oktaf Paskah

Bacaan Injil dan Renungan Katolik Sabtu 23 April 2022 Oktaf Paskah


Bacaan: Kisah Para Rasul 4: 13-21; Markus 16: 9-15

TAATILAH ALLAH BARU TAATI MANUSIA


Tidak semua orang berani berbicara. Alasannya bisa macam-macam. Bisa karena tidak ada bakat untuk berbicara. Bisa karena kurang ilmu pengetahuan dan informasi. Bisa karena takut salah.

Meskipun demikian, ada juga orang yang amat berani berbicara. Bagi pemberani, tidak ada orang atau apa saja yang mesti ditakuti. Kebenaran ini kita temukan di dalam Bacaan I hari ini.

Dalam kisah suci pada Bacaan I hari ini, Rasul Petrus dan Yohanes di dalam mahkamah agama Yahudi amat berani berbicara di depan “para pemimpin Yahudi dan tua-tua umat serta ahli-ahli Taurat”, padahal mereka hanyalah “orang biasa yang tidak terpelajar.”

Mereka berani hanya karena mereka ‘pengikut Yesus’ serta dalam nama Yesus yang bangkit dan dengan kuasa-Nya yang ajaib, mereka dapat menyembuhkan seorang yang lumpuh.

Atas dasar hal itu, Petrus dan Yohanes diancam, dilarang dan diperintahkan ‘supaya sama sekali jangan berbicara atau mengajar lagi dalam nama Yesus.

Tetapi Petrus dan Yohanes menjawab mereka dengan amat tegas dan berani: ‘Silakan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: Taat kepada kamu atau taat kepada Allah. Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar’" (Kis 4: 18-20).

Hal yang telah dilihat dan didengar oleh Petrus dan Yohanes adalah ‘mukjizat yang mencolok’ dan tidak dapat disangkal lagi, yaitu mukjizat penyembuhan seorang lumpuh.

Mukjizat penyembuhan itu terjadi bukan karena kuasa mereka sendiri, tetapi karena kuasa Yesus yang bangkit. Yesus sendiri menyembuhkan orang lumpuh itu sehingga dia bisa bangun dan berdiri serta berjalan dengan normal. Itulah peristiwa yang tidak mungkin didiamkan atau disembunyikan. Maka mereka tidak mungkin diam, tetapi harus berbicara. Mereka taat kepada Allah dan tidak taat kepada manusia.

Seperti kedua rasul itu, kita pun harus berani dan mesti memiliki keberanian untuk berbicara atau bersaksi. Berbicara dan bersaksi tentang kebenaran apa saja adalah hak asasi setiap orang. Siapa pun termasuk kita berhak untuk berbicara dan bersaksi.

Larangan untuk berbicara dan bersaksi merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan larangan seperti itu akan berurusan dengan hukum tentang HAM atau Hak Asasi Manusia.

Sebab itu secara yuridis kita tidak boleh takut untuk berbicara, meskipun kita mendapat tekanan dan larangan untuk berbicara.

Lebih daripada itu, tentu kita mesti tahu tentang etika komunikasi untuk berbicara.

Berbicara asbun atau asal bunyi tentu tidak boleh terjadi dan tidak boleh dilakukan. Kita harus mengetahui dengan pasti dan menguasai dengan akurat objektivitas tentang kebenaran peristiwa yang terjadi.

Kita harus menolak segala bentuk penipuan dan pemalsuan, segala bentuk rekayasa dan permainan atas kebenaran fakta yang objektif.

Kita juga tidak boleh berbicara tentang kebenaran atas dasar ‘kata orang’ atau ‘menurut yang saya dengar.’ Objektivitas atau kebenaran suatu peristiwa atau kejadian tidak dapat dibangun atas dasar ‘kata orang’ atau ‘menurut yang saya dengar.’

Demi kebenaran objektif tentang peristiwa atau kejadian yang kita bicarakan atau kita saksikan, kita seperti Petrus dan Yohanes mesti taat kepada Allah dan bukan kepada manusia.

Allah tidak dapat ditipu, dimanipulasi atau dipalsukan oleh siapa pun dan oleh apa pun. Allah juga tidak dapat ‘diam’ atau ‘didiamkan’ oleh manusia. Allah adalah ROH yang hidup. Dia adalah KATA yang berbicara atau bersabda.

Maka semangat Allah tidak dapat dipadamkan dan kata-kata-Nya tidak dapat didiamkan atau dihentikan. Itu sebabnya murid-murid yang taat kepada Allah tidak boleh diam dan tidak boleh berhenti untuk berbicara.

"Jika mereka ini diam, maka batu ini akan berteriak” (Luk 19: 40). Murid Tuhan tidak boleh diam untuk menyatakan kebenaran Allah kepada manusia.

Dalam bingkai kebenaran Allah ini, manusia harus taat kepada Allah untuk berbicara dan bersaksi tentang apa saja di dunia.

Hanya dalam ketaatan kepada Allah manusia boleh mentaati sesamanya. Dengan demikian manusia akan merasa takut dan merasa tidak mudah untuk melakukan pemalsuan, penipuan atau rekayasa atas kebenaran objektif tentang sebuah peristiwa atau kejadian di dunia ini. Manusia tidak boleh mentaati manusia tanpa terdahulu mentaati Allah.

Siapa melakukan pemalsuan, penipuan dan rekayasa akan berhadapan dengan Allah sendiri yang tidak mungkin dapat ditipu, dipalsukan dan direkayasa oleh siapa pun dan dengan apa pun.

Allah adalah Summum verum atau Kebenaran Tertinggi. Orang yang berani melakukan pemalsuan, penipuan dan rekayasa tidak pernah damai hatinya dan tidak pernah tenang hidupnya, karena kebenaran Allah tetap berbisik dengan kuat dan berbicara dengan terus terang dalam hati dan jiwa manusia.

Ingat, “Tuhan jijik melihat penumpah darah dan penipu” (Mzm 5: 7). Pembual tidak akan tahan di depan mata-Nya dan Dia membinasakan orang-orang yang berkata bohong (Mzm 5: 6-7).

Doaku dan berkat Tuhan