FADMMAB Kupang Menilai Penggusuran di Bowosie yang Ditentang oleh Masyarakat Merupakan Bentuk Penyingkiran Manusia -->

Header Menu

FADMMAB Kupang Menilai Penggusuran di Bowosie yang Ditentang oleh Masyarakat Merupakan Bentuk Penyingkiran Manusia

Jumat, 22 April 2022

SUARAKARUMPUT.COM - Forum Advokasi Mahasiswa Manggarai Barat (FADMMAB) Kupang menilai penggusuran di Bowosie merupakan bentuk penyingkiran Manusia.


(Oan Putra Kordinator FADMMAB Kupang)


Hal itu di sampaikan oleh Forum yang terdiri dari Mahasiswa asal Manggarai Barat atas peristiwa penghadangan terhadap penggusuran jalan oleh alat berat (eksavator) menuju Hutan Bowosie.

Penghadangan tersebut di lakukan oleh Paulinus Jek, yaitu salah satu anggota Komunitas Warga Racang Buka.

Aksinya tersebut pun di tindak tegas dengan menangkapnya oleh aparat Kepolisian Resort (Polres) Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), seperti yang pada video yang beredar di grup whatsapp pada Kamis 21 April 2022.

Paulinus di tangkap karena berusaha menghadang alat berat (eksavator) saat proses penggusuran jalan di kebun jatinya untuk menembus wilayah Hutan Bowosie yang nantinya di jadikan lokasi pembangunan sarana pariwisata.

Aksi penghadangan dan juga tindakan dari para aparat kepolisian mengundang reaksi Mahasiswa Asal Manggarai Barat, dalam hal ini FADMAB Kupang.

Oan Putra, selaku Kordum Forum Advokasi Mahasiswa Manggarai Barat (FADMMAB) Kupang, menilai bahwa protes dari masyarakat sekitar kawasan hutan Bowosie merupakan hasil kebijakan pemda yang tertutup dan terpisah dari warganya.

"Protes yg masih lantang disuarakan masyarakat lokal yg mendiami sebagian kawasan Bowosie adalah bukti eksklusifitas Pemda Mabar. Buah pikiran warga dianggap sebagai ancaman terhadap keberlangsungan pembangunan, yg lantas tidak dipedulikan," jelas Oan.

Menurut Oan Putra, selain sebagai hutan produksi, Bowosie akan di gembleng menjadi lokasi proyek oleh Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOLBF) untuk tujuan bisnis super premium.

Mahasiswa Asal Manggarai Barat tersebut juga mempersoalkan kebijakan Pemda yang membuka luas ruang gerak BPOLBF yang menjadi mesin percepatan pembangunan bisnis ala pariwisata.

Tidak hanya itu, Oan pun mempertanyakan terkait kedudukan masyarakat yang sejak lama mendiami kawasan sekitar yang dinilainya seperti mendapat pengabaian dari Pemda.

"Kawasan Hutan Bowosie merupakan kawasan hutan produksi, artinya dapat di manfaatkan dgn tujuan kemaslahatan bersama. Jika Pemda Mabar secara legal membuka ruang kepada lembaga BPOLBF untuk mempercepat pembangunan bisnis pariwisata di atas lahan seluas 400 Ha, mengapa ruang masyarakat yg mendiami kawasan puluhan tahun lamanya itu ditutup bahkan di ambil?" Ungkapnya.

Mahasiswa yang sering di sapa Opu juga membaca pembangunan di Kota Labuan Bajo semakin kompleks dan jauh dari keadilan.

Masyarakat lokal sebagai komponen vital yang akan menikmati kue super premium hanya menjadi penonton karena dibatasi berbagai persoalan dan dibenturkan oleh kontradiktifnya kebijakan.

"Ketidakadilan mulai terpancar pada wajah kota super premium. Akses masyarakat lokal terhadap peradaban kota Labuan Bajo menjadi terbatas, yah dibatasi oleh negara. Padahal orientasi pembangunan seyogyanya dapat dinikmati dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, tetapi di Labuan Bajo semuanya kontradiktif", Ucapnya.

Tambahnya, bahwa pembangunan di Kota Super itu semakin kesini, semakin di kuasi oleh lingkaran oligarki. Nafsu akan kekuasaan adalah incaran, moral dan ikhwal kemanusiaan di kesampingkan.

"Semakin kesini, Pembangunan tata kota Labuan Bajo semakin kental dengan dominasi oligarki. Nafsu terhadap ketamakan kekuasaan menjadi objek utama mengesampingkan moral dan prinsip kemanusiaan", tegasnya.

Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro itu menekankan agar Pemda lebih hati-hati dalam mengambil sebuah keputusan terkait mengkawal berbagai macam persoalan, apalagi berdampak langsung terhadap akar rumput.

Beliau juga menyentil soal kawasan Bowosie mengingat area tersebut salah satu penyangga ketersediaan air yang sampai saat ini menjadi kerinduan sebagian besar masyarakat Labuan Bajo.

"Pemda mesti lebih jelih menganalisa persoalan ini, mengingat sekelompok masyarakat telah lama dan secara produktif mendiami kawasan itu, juga melihat secara keseluruhan kawasan Bowo Sie sebagai hutan penyangga dalam ketersediaan air bagi masyarakat Labuan Bajo pada umumnya", jelasnya.


Mahasiswa yang juga merupakan salah satu anggota aktif PMKRI Kupang itu menilai bahwa persoalan yang kompleks mesti segera di sikapi dengan membuka ruang bagi lapisan masyarakat agar terciptanya transparansi.

"Kompleksitas persoalan ini mesti disikapi dengan memanfaatkan ruang diskusi dan dialog yg lebih transparan. Pelibatan berbagai unsur seperti tokoh adat, masyarakat, civil society mesti diakomodir sebagai suatu hal yang membangun. Agar keputusan yg diambil betul-betul berdasarkan pemufakatan bersama", ungkapnya.***