Renungan Katolik Hari Ini Kamis 16 Juni 2022 (Gambar dan Rupa Allah Dalam Diri Orang Tua Dan Anak)
Renungan Katolik Hari Ini Kamis 16 Juni 2022 (Gambar dan Rupa Allah Dalam Diri Orang Tua Dan Anak)
Bacaan: Putra Sirakh 48: 1-14; Matius 6: 7-15
Renungan Katolik Hari Ini Kamis 16 Juni 2022 (Gambar dan Rupa Allah Dalam Diri Orang Tua Dan Anak)
Dalam hidup bersama kita mengenal pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Artinya anak tidak jauh dari orang tuanya.
Atau anak membawa sikap dan prilaku orang tua dalam dirinya. Meskipun tidak identik, namun anak dan orang tua pasti memiliki ‘kemiripan’ atau bahkan ‘kesamaan’ tertentu.
Dalam Bacaan I hari ini kita mendengar korelasi antara Elia sebagai bapa dan Elisa sebagai anak.
Sebelum Elia terangkat ke surga melalui “kereta berapi dengan kuda berapi” (2Raj 2: 11). Elisa meminta dari Elia warisan kenangan yang amat berharga, yaitu “dua bagian dari roh” (2Raj 2: 9).
Roh berarti unsur paling dasar hidup setiap ciptaan, termasuk manusia. Tanpa roh, ciptaan apa pun tidak memiliki nyawa dan tidak memiliki hidup.
Dalam makna sehari-hari, adakalanya roh dikaitkan dengan setan, sehingga ada roh jahat atau roh setan.
Namun secara positif, roh pada dasarnya adalah baik. Allah menghidupkan manusia “bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan roh-Ku, firman Tuhan semesta alam” (Za 4: 6).
Dalam teologi, Roh Allah sendiri disebut Roh Kudus. Roh Kudus itu diberikan kepada manusia sehingga manusia dapat hidup dan bekerja.
Elisa meminta sebagai kenangan kepada Elia ‘roh’ kehidupan. Sesuai janjinya, roh kehidupan itu diberikan kepada Elisa, sehingga bukan hanya Elia memiliki kemuliaan dengan segala mukjizatnya.
Bukan hanya Elia mampu membangkitkan orang mati dari alam arwah dan dari dunia orang mati dengan sabda Yang Mahatinggi”.
Tetapi juga sesudah Elia ditutupi dengan olak angin, “Elisa dipenuhi dengan rohnya” (roh Elia, bapanya sendiri) {Sir 48: 4-5.12}.
Dengan kepenuhan roh itu, “selama hidup Elisa tidak gentar terhadap seorang penguasa, dan tidak seorang pun menaklukkannya.
Tidak ada sesuatu pun yang terlalu ajab baginya, bahkan di kubur pun jenazahnya masih bernubuat. Sepanjang hidupnya ia membuat mukjizat, dan malah ketika meninggal pekerjaannya menakjubkan” (Sir 48: 12-14).
Dari kisah tentang Elia dan Elisa ini, ada dua pikiran yang perlu kita renungkan.
Setiap orang adalah unik, khusus dan istimewa. Alasannya jelas. Setiap orang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Allah berfirman: “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita ... Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (Kej 1: 26-27).
Dari sabda Tuhan ini, sebagai manusia setiap orang tua adalah gambar dan rupa Allah. Anak adalah manusia yang lahir dari orang tua.
Maka gambar dan rupa Allah terbentuk dan tercipta dalam diri anak melalui orang tua. Tanpa orang tua, anak tidak lahir dan hadir sebagai gambar dan rupa Allah di dunia ini.
Dalam pemahaman ini, selain merupakan gambar dan rupa Allah, pada tingkat tertentu, anak adalah juga gambar dan rupa orang tua.
Sebagai manusia, orang tua adalah gambar dan rupa Allah. Tetapi melalui orang tua, anak juga adalah gambar dan rupa Allah.
Dalam kesatuan relasi ini, jati diri seorang anak tentu membawa dan mewarisi gambar dan rupa orang tua dalam hidupnya.
Orang tua adalah wakil Tuhan di dunia . Maka gambar dan rupa Allah, dapat anak lihat dan alami dalam dan melalui orang tua.
Gambar dan rupa Allah pertama-tama berarti perkara fisik lahiriah yang unik dan khas pada setiap orang.
Setiap orang indah dan menarik, mulia dan luhur karena ia adalah gambar dan rupa Allah. Tidak ada gambar dan rupa Allah yang buruk atau jelek.
Sebaliknya gambar dan rupa Allah pada setiap orang adalah unik, khas dan khusus. Karena itu setiap orang selalu indah dan menarik, cantik dan ganteng, justru karena ia unik dan istimewa sebagai gambar dan rupa Allah.
Orang tua adalah gambar dan rupa Allah. Melalui orang tua, anak juga adalah gambar dan rupa Allah.
Sebab itu tidak ada orang tua atau anak yang jelek, buruk rupanya atau wajahnya. Wajah orang tua dan anak adalah wajah Allah yang indah dan menarik, luhur dan mulia.
Terserah penilaian atau anggapan dari luar atau dari orang lain, tetapi setiap orang harus yakin dan percaya diri sebagai gambar dan rupa Allah yang amat indah dan menarik.
Tidak ada orang yang sama di dunia ini, dan hal itulah yang membuat hidup selalu indah dan menarik.
Akan tetapi lebih dari hal-hal fisik lahiriah, gambar dan rupa Allah adalah sebuah kualitas internal.
Ketika Allah menciptakan manusia sebagai gambar dan rupa-Nya, Ia serentak mengaruniakan atau memberikan kepada orang tua atau anak sebuah “Capax Dei” atau kapasitas ilahi atau kemampuan Allah sendiri.
Dengan Capax Dei itu orang tua dan anak memiliki keistimewaan atau kelebihan khusus yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Karena setiap orang tua dan anak adalah gambar dan rupa Allah, janganlah kita menghina dan merendahkan, meremehkan dan melecehkan orang lain.
Kita harus menghormati dan menghargai martabat luhur dan mulia setiap orang tua dan anak sebagai gambar dan rupa Allah.
Apa yang ada padamu belum tentu ada pada saya. Apa yang ada pada saya belum tentu ada padamu.
Dengan itulah manusia saling menghormati dan menghargai, saling mengisi dan melengkapi, saling melayani dan memperhatikan, saling menolong dan membantu dalam hidup.
Lebih daripada itu, hendaklah setiap orang tua menjadi orang tua yang baik terhadap anak. Anak adalah pelanjut hidup orang tua.
Maka bila orang tua baik, kebaikan itulah yang dilihat dan disaksikan, dialami dan dirasakan serta dihidupi dan dihayati oleh anak.
Kebaikan itulah yang dibawa terus dalam kehidupan anak sesudah orang tua tidak ada dan tidak hidup lagi di dunia ini.
Maka janganlah orang tua menyaksikan dan mewariskan hal-hal buruk, sikap dan perilaku yang jelek kepada anak.
Anak juga tentu mesti menghormati dan menghargai, mendengarkan dan menuruti hal-hal yang baik dalam diri dan hidup orang tua.
Bila mungkin ada sikap dan perilaku orang tua yang tidak baik dan tidak berkenan, anak yang baik tetap harus konsisten dengan cara hidupnya sendiri yang selalu mesti memihak dan memilih yang baik.
Ingatlah dan renungkan selalu selalu sabda Tuhan ini: “Jagalah lidahmu terhadap orang yang jahat dan bibirmu terhadap ucapan-ucapan yang menipu; jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik, carilah perdamaian dan berusahalah mendapatkannya” (Mzm 34: 14-15).
Dalam segala peristiwa dan situasi apa saja, kita harus selalu melakukan yang baik da menjauhi yang jahat. Dengan itu tercipta dan terpelihara perdamaian yang dicari dan dibutuhkan oleh siapa saja di dunia ini.
Demikian Renungan Katolik Hari Ini Kamis 16 Juni 2022 (Gambar dan Rupa Allah Dalam Diri Orang Tua Dan Anak)
Doaku dan berkat Tuhan
Mgr Hubertus Leteng.