Hari Anak Nasional 23 Juli 2022: Romantisme Masa Lalu Berseberangan dengan Realisme Hari ini
Dari masa ke masa selalu muncul aneka permainan anak-anak. Semuanya diadakan untuk rekreasi.Anak dari lingkungan kota dan kelahiran di pedesaan berbeda fasilitas mainannya.
Anak-anak di desa bersenang-senang dengan alat permainan buatan dari karya tangannya sendiri atau hasil dari kerja bersama teman sebaya.
Dirakit dari bahan-bahan kayu dan sintetis bekas.
Di masa lampau ada beragam alat mainan buatan dari keterampilannya,seperti gasing, keta pel, sumpit dari bulu dan anak panah dari ranting bambu diikat seutas tali.
Semuanya dilakukan secara manual. Kadang juga mereka membuatnya dengan melibatkan orang dewasa.
Desainnya ada pada ‘kepala’dan bukan sketsa gambar di halaman kertas.
Hasil penglihatan dan memori akal-daya ingatan yang kuat menjadi sumber satu-satunya dalam pembuatan alat mainan.
Peralatan itu digunakan untuk macam-macam keperluan. Ada yang bermaksud memburu burung-burung liar.
Dan kegiatan ini dilakukan bersama-sama dalam kelompok kecilsebagai hobi.Atau kesempatan menguji keterampilan membidik sasaran.
Dalam perkembangan kemudian ada lagi anak-anak berkreasi membuat oto mainan.
Mereka meniru bunyi oto dengan suaranya. Warna nada suara mengikuti keadaan jalan yang dilewatinya.
Ternyata permainan tradisional hasil kreasi warga berasal dari pelosok ibu pertiwi ini telah dikoleksi bangsa Belanda.
Para profesional dari Negeri Kincir Angin di masa lampau itu mengumpulkan jenis-jenis permainan.
Sebuah buku berbahasa Belanda terbit 1907 mendata permainan rakyat dan olah raga di pulau Jawa.
Semuanya berjumlah 2.600 permainan dan ada di Pustaka Leiden, Belanda.
Permainan tradisional ini sudah mulai diabaikan saat mainan buatan pabrik dari bahan sintetis, misalnya oto digerakkan baterei.
Sejumlah uang dihabiskan untuk mendapatkan mainan di toko.
Dan kini di hadapan mata kita telah hadir handphone- telepon genggam.
Ujung jari anak-anak kita gampang bermain game produk teknologi.
Beragam permainan disediakan. Tapi, mainan mesti dengan kucuran duit membelipulsa.
Tanpa sejumlah uang tak dapat memenuhi kebutuhan untukrekreasi. Perubahantak dapat dipungkiri.
Anak-anak di alam desa yang sunyipun dapat terisi hidupnya.
Mereka tidak merasa terpencil dan terasing.
Barangkali kata-kata Presiden dari Negeri Paman Sam-Amerika Serikat, Barack Obama bahwa “Perubahan tak bisa ditunggu, tapi dijemput”.
Handphone tak terelakkan karena selain media komunikasi dan media pendidikan tapi juga salah satu hiburan.
Anak-anak berusia sekitar 6-16 tahun selalu butuh permainan. Mungkin pepatah Latin ini membuktikan salah satu ciri yang ada pada anak: ‘homo ludens; manusia bermain’.
Tapi, bermain dengan peralatan tradisional dari masa lalu sudah tampak menuju jalan buntu.
Romantisme masa lalu berseberangan dengan realisme hari ini. Kini anak-anak bermain dengan fasilitas produk pabrik sudah serba terpola.
Bermain game di Hp, misalnya ada plus-minusnya. Hiburan terpenuhi dengan mudah.
Tapi, kadang juga mengorbankan waktu tidur satu setengah jam hingga tiga jam, lupa makan dan minum, lupa belajar dan bahkan lupa mengerjakan tugas belajar dari sekolah.
Aku takut jangan-jangan akan hidup generasi penerus yang ‘serba lupa’
Ah, jangan takut itu sebab ketakutan akan meningkatkan jumlah anak-anak pengelana asing di negeri sendiri.
Ayo, bangkitmengantar anak-anak kita ke dalam dunia yang berhak mereka diami. Sebab kita orang tua bertanggung jawab atas masa depan anak-anak.
Kupinjam kata-kata Kahlil Gibran (1883), pujangga Lebanon: “Anak kita bukanlah kita, pun bukan orang lain.
Ia adalah ia.
Dan hidup di zaman yang berbeda dengan kita
Karena itu memerlukan sesuatu yang lain dengan yang kita butuhkan.
Kita hanya boleh memberi rambu-rambu penentu jalan dan menemaninya ikut menyeberangi jalan.
Kita bisa memberikan kasih sayang, tapi bukan pendirian. Dan sungguh pun mereka bersamamu, tapi bukan milikmu “ (Benediktus Kasman, pegiat sosial, tinggal di Maumere).*