Janji Kancil untuk Komodo, Cerdik dan Menyakitkan! Sabar Hanya Menunggu Waktu yang Tepat.
Di negeri tercinta RI sudah cukup banyak terbentuk kabupaten baru.Peristiwa bersejarah itu berlangsung sekitar awal tahun 2000-an.
Pikiran-pikiran ‘cerdas’ bernas merintis pembangunan daerah otonomi ‘kabupaten bungsu’disebarluaskan ke telinga massa rakyat.
Sungguh luar biasa! Dan dari sekian gagasan brilian selalu saja ada jani.
Janji-janji memajukan kehidupan rakyat kecil sering menjadi omongan “orang-orang pintar”.
Tapi, sayang disayang janji tinggal janji. Sebagian warga di antara kita yang marah tatkala janji tak ditepati.
Kita murka mendengar kesediaan dan kesanggupan yang diucapkan tidak terlaksana.
Protes disertai amuk kita makin tinggi.
Mungkin di bawah alam bawah sadarku sebenarnya tak perlu terlalu gusar. Mengapa? Sebab barangkali pemimpin kita dan kita sebagai rakyat belum senapas dalam perjuangan memajukan daerah kabupaten.
Aku pikir kita masih dalam keadaan seperti ini: logika rakyat dan logika elite amat sering terjadi berseberangan.
Ya, apa yang dipikirkan rakyat sebagai penderitaan ditanggapi elite kita sebagai sesuatu hal yang lumrah biasa-biasa saja.
Kesengsaraan ‘yang tak berpunya’ tak mengusik instansi hati nuraninya.
Barangkali aku juga terlalu berlebihan. Tidak semua barisan elite. Ada yang bernurani meskipun jumlah sedikit.
Janji tak selalu direalisasikan tak hanya ada pada manusia berakal budi tapi juga dilakoni makhluk hidup yang tak diwarisi akal budi dalam dongeng ini.
Pernah suatu kesempatan kawanan rusa melihat padang rumput hijau di seberang sungai.
Sembari mencari tempat aliran dangkal, sontak mereka menghadapi gerombolan komodo sedang berada disungai. Rusa mendadak ketakutan.
Diamati dari gelagatnya tampak semua masih belum lapar. Bagaimana keadaan genting itu diatasinya.
Ia tak habis siasat untuk melakukan tindakan agar tidak menjadi mangsa.
Binatang cerdik itu menawarkan janji bakal disediakan hewan kerbau besar buat makanan komodo itu.
Predator itu pun menerima kesanggupan yang diucapkan sang kancil.
Rasa-rasanya, binatang pemangsa juga tak ingin menyetujui begitu saja.
Pertanyaannya: berapa banyak hewan yang disediakan? Jawaban kancil: komodo mesti berbaris agar mangsa kerbau disiapkan sesuai berapa banyak jumlah kalian.
Kancil meminta agar komodo berbaris mulai dari satu titik pinggiran sungai hingga ke salah satu tepi lainya.
Setelah komodo berbaris menyerupai ‘jembatan’maka mulailah kancil berjalan melangkahi punggung komodo sambil menghitung: satu, dua...dan seterusnya.
Setiba di seberang sungai rusa menyatakan lagi bahwa jumlah kerbau buat makanan akan disediakan sesuai dengan jumlah komodo saat ini.
Bersabarlah menunggu kedatangan kembali di tempat ini. Komodo menyetujui.
Kancil pun pergi meninggalkan komodo secepatnya karena takut jangan-jangan bakal dihabisi
Komodo tetap menantikan kesepakatan bersama itu terlaksana. Namun, tak kunjung tiba.
Lantas naluri bulusnya mulai bekerja. Suatu kesempatan Komodo amat lapar.
Ia mengeluarkan air liur sebanyak mungkin dan bergelagat mati suri di bantaran sungai dimana tempat rusa biasa minum air.
Tak lama waktu berselang sekawanan rusa mendatangi sungai untuk minum air.
Semula rasa ragu muncul namun firasatnya bahwa komodo sudah mati sehingga berani maju melintasinya.
Ternyata komodo bangkit mencakari sambil gigit merenggut rusa sampai tak bernyawa sewaktu persis tiba di hadapannya. (Benediktus Kasman, pegiat sosial, tinggal di Maumere).*