Komodo dan Pengetahuan Manusia yang Ambisius
Komodo dibawa para pakar hewani keluar dari habitat hariannya. Ia dipindahkan ‘ke kampung lain’.
Di luar sana komodo hidup dilingkungan yang serba baru. Ia tak lagi melewati masa hidupnya di alam bebas seperti kawanan lainnya.
‘Peristiwa kelahiran dan kematian’ pun dihadapinya di alam yang lain sama sekali
Mengapa ada pemikiran yang amat berani memindahkan komodo?
Salah satu pertimbangan nan bijak dari ilmuwan agar hewan langka itu tak punah.
Tekad kuat untuk dipelihara atas cara pengetahuan manusia.
Sebelum memutuskan untuk ditempatkan di lokasi khusus niscaya diadakan kajian-kajian beberapa ahli dari suku bangsa tertentu di planet bumi ini.
Penelitian berkali-kali apa kebutuhan hidup dan bagaimana taktik mengembangbiakan satwa varanus komodoensis pun sudah pasti dikerjakan.
Termasuk segala ‘alam buatan’ disiapkan untuk dapat ia hidup tak ada lagi kesangsian.
Mungkin aku terlalu arogansi bila imajinasiku agak cukup menyangsikan pembuktian pengetahuan akademik pakar yang sudah sukses memindahkan dan mampu menggandakan komodo.
Kecemasan tak beralasan bikin gegar imajinasiku. Imajiner akal merong rong keras.
Aku membayangkan tak semua kehidupan komodo dimengerti sepenuhnya dari sudut pandang ilmu pengetahuan.
Mengenal komodo tak cukup dengan pendekatan tertentu saja.
Aku bercakap-cakap sendiri sambil bertanya apakah ada hal lain ikut andil dalam sejarah panjang kehidupan komodo.
Mengapa hanya ada di pulau Komodo dan Rinca?
Pertanyaan ‘kekanak-kanakan’ lain lagi terlintas mengapa tak sepasang komodo pun terjebak berpindah di salah satu pulau di antara 40-an pulau lainnya yang ada diperairan laut di Labuan Bajo dan sekitar Manggarai?
Atau pertanyaan awam pengetahuan: mengapa tidak dipindahkan satu dua pasang di daratan Labuan Bajo?
Mungkin pengetahuan kita belum ada link dengan pengetahuan komunitas manusia yang berdampingan dengan habitat komodo.
Tapi,apakah pengetahuan kearifan lokal tradisionaldapatmenjadi penghubung dengan pengetahuan akademik modern.
Apakah kita mau melakukan sebanyak mungkin menggali tak henti pengalaman penduduk setempat?
Aku tak berkompeten untuk menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan liar yang bersarang pada imajinasiku.
Bagiku ada dua kesangsian baru dari kerja-kerja intelektual manusia atas komodo.
Pertama, ratapan melintang tak mampumenahan‘nasib’ Empo Waja-leluhur buaya darat.
Komodo memiliki tingkah keperihan ketika diasingkan dari kawanannya:
Bengt go weta geong
Hoos de ga meka tadang
Mai lada ga ali manga rajan
Bengt ga
Toe manga ga
Raes kawe hae
Rasung hoo ga
Toe ita weta ge
Bengt de ga
Lako ko toe hau sili nanga
Ngo raes kawe wae
Bengt de ga
Bengt de go
Selamat berpisah saudariku tersayang
Tibalah saatnya menjamu tamu dari nun jauh seberang
Datang menjumpaimu oh... ternyata berniat menjemputmu dibawa pergi
Kita tak jumpa lagi
Tiada berkawan bersama-samalagi
Ketimpa sialpilu menyayat rasanya
Tak akan bersamamu lagi
Apakah kau akan bersama kembali di mulut muara kali
Bersama menemani pergi menemui air di kali
Berpisahlah sudah
Tak akan bersamamu lagi
Kedua, keprihatinan manusiaakan kepunahan satwa lantas diselamatkan di lokasi khusus.
Apakah solusi itu mampu membuahkan regenerasi komodo? Dengan segala hormat aku tak menjawabnya. Aku mohon beribu maaf.
Aku hanya berkemampuan menuturkan dongeng tentang bagaimana sekawan kera menolong ikan-ikan di kala sungai meluap karena kebanjiran air hujan.
Suatu waktu beberapa kera menyaksikan banyak ikan meloncat-loncat di permukaan air sungai yang lagi banjir.
Melihat peristiwa itu kera tergerak rasa ingin sekali mau menolong agar ikan-ikan tidak mati karena terbawa arus banjir yang deras.
Lalu, mereka bersepakat untuk selekasnya turun menyelamatkan ikan dari bahaya banjir.
Ikan-ikan yang berenang loncat di sepanjang bibir sungai ditangkap kemudian dikumpulkan di daratan.
Untuk sementara ikan masih bertahan hidup. Kera merasa berhasilkarena tekad menolong ikan dari bencana banjir terlaksana.
Namun, tak lama berselang semua ikan ditemuinya telah mati.
Kera pun kesal. Dari perbuatan itu baru diketahuinya bahwa ikan-ikan biasa bertingkah loncat melompat ke hulu melawan arus atau berenang terbawa arus air banjir.
Kera menolong berniat menyelesaikan masalah tapi menuai masalah baru karena merujuk pada habitatnya. (Benediktus Kasman, pegiat sosial, tinggal di Maumere).**