Komodo dari Purba, Rakyat Jelata Hingga Kapitallis, Sayang e -->

Header Menu

Komodo dari Purba, Rakyat Jelata Hingga Kapitallis, Sayang e

Jumat, 12 Agustus 2022

Komodo: nama ini bisa datang dari cerita wisatawan lokal atau wisatawan mancanegara dari belahan dunia di manapun.


Tapi juga bisa datang dari khazanah ilmuwan hewani.

Tentang nama ini pula mengingatkan kita akan kisah warga lokal seputar asal mula hadirnya.

Warga hunian pulau Komodo menyebutnya dengan‘Putri Naga’.

Ia datang dengan ‘mukjizat’ dari rahim seorang perempuan.

Lahir kembar bersaudara.

Saat bersalin seorang laki dan sebutir telur. Sang bunda tak hilang akal menghadapi persalinan ‘ajaibnya’.

Ia lekas menyembunyikan sebutir telur itu di salah satu gua.

Ketika tiba saatnya maka dari sebutir telur itu menetaslah seekor anak buaya-komodo.

Belakangan ia dihormati saudara lelaki sebagai saudarinya.

Peristiwa ini dikisahkan terus menerus.

Ia tak dijadikan hewan buruan. Malahan warga saban bulan tertentu dalam setiap tahunnya membawakan sesaji buat leluhur perempuannya itu.

Pada 1911,pasukan tentara Hindia Belanda, van Hensbrack menemukan binatang yang sangat besar.

Disebutnya naga.

Deskripsi ilmiah mengenai kadal-kadal itu menyusul pada 1912, ketika P.A. Ouwens, kurator kepala museum ilmu hewan Bogor di Jawa.

Ia menggambarkan dan memberi nama spesies itu.

Pro-kontra saling silang argumentasi dari sejumlah pakar terkuak.

Toh, ujung-ujungnyahasil riset diakui publik para profesionaldunia.

Lalu, kini komodo menjadi salah satu tujuan berwisata premium. Ia telah mendunia.

Wisatawan berdatangan membanjiri pulau komodo.

Pebisnis pun mengucurkan dolar dan rupiah berinvestasi.

Agen perjalanan dan hotel dari kelas ‘teri’ hingga ‘kelas kakap’ menunjukkan “batang hidungnya’ di Labuan Bajo.

Lapangan kerja baru di sektor wisata terbuka bagi siapa saja.

Saat ini, dari kacamata awam berkesan infrastruktur jalan, pelabuhan laut dan bandara udara sudah maju dan indah.

Tiba-tiba harga tiket berwisata di komodo dan sekitarnya Rp3.750.000 selama setahun. Kalkulasi kasar 250 US Dollar apabila 1 US Dollar Rp15 ribu.

Biaya ini dikenakan perorang yang berwisata.

Protes pun berdatangan seakan menolak.

Ada demonstrasi mendesak pemerintah mempertimbangkan harga itu.

Alasan konvensional bahwa Labuan Bajo digolongkan pariwisata premium. Titik!!!

Aku pun tak berdaya. Untuk saat ini: rasa sayang sayangee.. lihat komodo dari gambar saja... rasa sayang ee..

Ya...kaum kapital mancanegara dan domestik yang berinvestasi di sektor pariwisata mafhum akan hal itu.

Siapa yang mendapat manfaat atau meraup keuntungan dengan kemajuan, niscaya tahu.

Dalam suatu zaman di masa lampau kita merasa tak sentosa dengan bahaya kapitalis di bumi Eropa.

Tapi, aku merasakan bahwa kini Dunia Ketiga pun makin bermunculan barisan kapitalis.

Barangkali akuterlalu berpikir negative thinking. Ah, kurasa tidak juga.

Sebab suatu kesempatan di Meksiko, pada 1990, Paus Yohanes Paulus II pernah mengatakan “Kita harus hati-hati dan jangan melihat perubahan-perubahan di Eropa Timur sebagai kemenangan kapitalisme seperti satu-satunya jalan untuk dunia sesudah komunisme kalah.

Kita tidak boleh lupa masalah-masalah, seperti kemiskinan, penindasan dan ketidakadilan yang disebabkan oleh kapitalisme di Dunia Ketiga”. (Benediktus Kasman, pegiat sosial, tinggal di Maumere)