Moke, Satu Kesatuan Tradisi Lokal untuk Indonesia
Minuman moke atau sopi tak lepas dari tradisi adat di komunitas tertentu di Flores.
Agak kurang pas ketika gawean adat atau acara pesta lainnya tanpa kehadiran satu dua botol minuman yang satu ini.
Penikmat dan peminumakan acungkan jempol saat meneguk suguhan minuman‘sopi nomor satu’ terasa ‘wow’...Tapi, apabila kita mengonsumsinya berlebihan bisa berakibatoleng-oleng kadang sempoyongan.
Sopi atau moke berasa khas. Kadar alkohol berkisar 38-46 persen.
Umumnya sekitar 40 persen. Ini kadar ideal karena kandungan alkohol pas untuk diminum. Kepala tak terasa pening. Juga tak oleng-oleng.
Memang dialami sedikit pusing-pusing kalau berlebihan namun, tak terlalu lama.
Saat bangun pagi bila kita menikmati di malam hari tak ada rasa capek lelah.
Sebaliknya terasa segar dan dapat beraktivitas normal.
Minum moke bikin melayang, tapi terkontrol karena kadar alkohol dibatasi telah diproduksi Anis Buku (38).
Dari tangan dinginnya bersama keluarga yang telaten telah memenuhi standar alkohol.
Perijinan dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sudah diberlakukan untuk usaha masak moke.
Tak hanya ijin sudah dimilikinya, namun kontrol periodik masih dilakukan BPOM.
Bagaimana cara memroduksinya?
Air nira segar dibelinya dari warga kampung sekitar.
Berlanggan dengan warga yang sudah biasa berpengalaman kerja mengurus iris tuak putih dari buah pohon lontar.
Mereka antar ke rumah produksi.
Ditampung pada wadah tong fiber lalu dimasak. Air nira dimasak dengan periuk tanahdengan panas api dari kayu bakar.
Panjang bambu penyulingan sekitar 8 meter.
Di bibir bambu ditadah jerigen 5 liter hingga penuh.
Batasan penampungan tetesan moke dari satu periuk tak lebih dari satu jerigen saja. Ini ukuran baku.
Sisa air nira dalam periuk dikosongkan lalu dimasukkan air nira segar yang baru lagi. Dan begitu selanjutnya hingga persediaan nira segar habis.
Habiskan stok nira tanpa jeda. Proses ini sudah standar.
Sudah sejak semula hingga saat ini hanya ada 3 periuk tanah.
Jadi sekali masak diperoleh 3 jerigen masing-masingnya berisi 5 liter.
Totalnya menjadi 15 liter sekali produksi.
Dua jenis produk yang dikerjakan selama ini.
Satunya moke bening tanpa adanya perlakuan ramuan racikan dan yang lainnya moke merah dengan olahan dicampuri racikan ramuan tradisional tertentu.
Harga jual berbeda dari dua produk ini.
Harga jual untuk moke bening dari produsen ke konsumen atau pelanggan senilaiRp 30 ribu per botol berisi 600 mililiter.
Ada yang dijual dalam ukuran jerigen jumbo. Satu jumbo berharga Rp 1.200.000. Dalam satu jumbo berisi 54 botol. Per botol berukuran 600 mililiter.
Moke merah dipasarkan dengan harga satu jumbo berisi 54 botol. Per botol bervolume 600 mililiter Rp 1.500.000 dan harga per botol bervolume 600 mililiter Rp 70 ribu.
Kadar alkohol 40 persen untuk melayani kebutuhan pelanggan-konsumen area Jakarta. Dan untuk memenuhi konsumen-pelanggan warga Maumere agak berbeda permintaannya ada yang butuh berkadar alkohol 40 persen dan yang lainya berkadar sekitar 46-48 persen.
Tapi, produk berkadar 40 persen selalu disiapkan karena standar ini dominan dibutuhkan konsumen di area kabupaten Ngada dan Jakarta serta warga di sini. Atau kerabat keluarga yang sering membutuhkannya.
Produk dan lokasi pembuatan masak moke ala tradisional berijin BPOM ini dapat ditemukan di Desa Wae Sae, Aimere, Kali Dua, Jalan trans-Flores Cabang-simpang Pangkas Rambut. (Benediktus Kasman, pegiat sosial, tinggal di Maumere).**